PURA SIWA MANIK DALANG DI DESA PEMARON (PERSPEKTIF FILOSOFOFIS, FUNGSI DAN BUDAYA)

Authors

  • I Ketut Suardana STKIP Agama Hindu Singaraja

DOI:

https://doi.org/10.36663/wspah.v2i2.15

Abstract

Penelitian kualitatif ini memiliki manfaat teoritis dan praktis yang diulas
mempergunakan Teori Religi, Teori Simbol dan Teori Fungsional Struktural. Dalam
pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa metode, antara lain: metode
observasi, metode wawancara, metode dokumentasi untuk mendokumentasikan kejadian
yang ditunjang dari beberapa sumber pustka selanjutnya data dianalisis melalui langkahlangkah secara siklus yaitu mulai dari reduksi data, display/penyajian data, pengambilan
kesimpulan.
Sejarah Pura Siwa Manik Dalang berawal dari perjalanan I Dewa Bagus Manik
Dalang yang merupakan orang yang pertama kali mementaskan kesenian wayang kulit di
Bali yang berasal dari Klungkung. Odalan di Pura Siwa Manik Dalang jatuh pada wuku
Wayang yang dimulai pada hari Minggu Wuku Wayang sampai hari Sabtu Wuku
Wayang. Struktur pembangunan tempat suci di Pura Siwa Manik Dalang di bagi menjadi
dua bagian yaitu: Madya Mandala (Jaba Tengah), Utama Mandala (Jeroan).
Pangempon/panyungsung Pura Siwa Manik Dalang adalah krama pemaksan
Desa Pakraman Pemaron dari warga Arya Lanang Dauh serta sebagian warga Pasek
Gelgel yang ada di Dusun Munduk Piseng, Desa Anturan, Kecamatan Buleleng. Di lihat
dari segi budaya hindu pura siwa manik dalang merupakan pura yang sangat perlu
diletarikan karena pur tersebut dapat difungsikan sebagai pura pengobatan apabila ada
orang yang lahir diantara wuku wayang sehingga perlu dib uatkan upacara penyapu
leger.
Dengan keberadaan pura ini umat hindu yang berada diwilayah buleleng tidak
perlu lagi memohon tirta pengelukatan wayang jauh-jauh cukup dengan memohon di
pura tersebut pelaksanaan upacara sudah dianggap selesai.

Downloads

Published

2019-07-23

How to Cite

Suardana, I. K. . (2019) “PURA SIWA MANIK DALANG DI DESA PEMARON (PERSPEKTIF FILOSOFOFIS, FUNGSI DAN BUDAYA)”, Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu, 2(2), pp. 37–48. doi: 10.36663/wspah.v2i2.15.

Issue

Section

Articles